Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 28 April – 4 Mei 2024

Gambar
  Thema :  Ersada Ukur Ras Ersada Sura Sura 1 Korinti 1 : 10 – 17   Bahasa Karo  O senina-senina, kupindo man bandu i bas gelar Tuhanta Jesus Kristus: ersadalah katandu kerina, gelah ula sempat jadi perpecahen i tengah-tengahndu. Ersadalah ukurndu janah ersadalah sura-surandu. Maksudku eme: maka sekalak-sekalak kam nggo erpihak-pihak. Lit si ngatakenca, "Aku arah Paulus, " lit ka si ngatakenca, "Aku arah Apolos, " deba nina, "Aku arah Petrus, " janah lit pe si ngatakenca, "Aku arah Kristus." Sabap piga-piga kalak i bas jabu Klue nari ngatakenca man bangku maka i tengah-tengahndu lit turah perjengilen. Ibagi-bagiken kin Kristus man bandu? Paulus kin si mate i kayu persilang man gunandu? I bas gelar Paulus kin kam iperidiken? Kukataken bujur man Dibata sabap sekalak pe kam la aku mperidikenca, seakatan Krispus ras Gayus. Dage sekalak pe kam la banci ngatakenca maka kam nai iperidiken gelah jadi ajar-ajarku. Lupa aku! Istepanus ras isi jabuna pe nai

Saya Dicerdaskan Oleh Kompas Yang Dicerdaskan Oleh Jakob Oetama

Saya pernah mendengar langsung dari mulut Pak Jakob Oetama sekitar 5 tahun yang lalu bahwa Surat Kabar itu adalah sebuah organisme . Surat kabar itu hidup, sehingga dia bisa menyapa semua pembacanya. Dan sebagai organisme yang hidup sebaiknya lah dia menyapa dengan baik, memberi informasi, mengingatkan, mendorong dan menyemangati semua pembacanya ke arah yang lebih positif. Kalau hanya sekedar menyampaikan sesuatu yang tidak relevan dengan kehidupan pembacanya, maka lama kelamaan dia akan ditinggalkan. Selanjutnya surat kabar itu akan kehilangan pembacanya, kata Pak Jakob Oetama kala itu.


Kata-katanya pelan mengalir, seolah tanpa emosi. Namun tajam dan sangat mengena serta mencerdaskan wawasan saya. Sebab meskipun lembut dan pelan penyampaiannya, kata kata itu tertancap dengan sangat tajam dalam ingatan saya, bukti bahwa kata kata itu sudah berbicara banyak kepada diri saya. Lalu ketika tadi saya membaca postingan Mbak Linda, saya semakin menyadari bahwa apa yang lima tahun lalu saya dengar diucapkan oleh Pak Jakob, ternyata tidak hanya seuntai kata kata indah, namun sepenuhnya dilakukan dan dihidupi oleh Pak Jakob dengan seluruh karyawannya di Kompas Gramedia Group.

Kompas, Intisari, Kompasiana, sekarang Kompas TV yang saya rasakan memang hadir sebagai teman saya hidup; yang menyapa saya, yang memberi informasi baru, yang mengingatkan (tulisan Mbak Linda benar benar mengingatkan Kompasiana) , meneguhkan dan juga mendorong saya.

Sebagai teman, Kompas sudah menemani saya sejak saya masih sekolah di kelas 6 SD di Kabanjahe. Tetangga saya berlangganan Kompas, dan di Kabanjahe kala itu Kompas datang sore hari, sekitar jam 14 atau 15. Pak Barus tetangga saya membaca Kompas itu begitu tiba, lalu saya pinjam keesokan harinya. Saya benar benar dicerdaskan kala itu. Karena ketika kelas 6 SD guru sekolah saya pernah bertanya kepada saya.

” Kamu kan sering baca koran Kompas, siapa menteri pertambangan RI?” tanya guru saya. ” “Kita ingin membuat soal ujian akhir nanti,” tambahnya. Lalu saya jawab, Menteri Pertambangan adalah Prof Sadeli. Ketika ujian tiba, benar ada soal pilihan ganda siapa menteri pertambangan. Tentu saja saya tahu jawabannya. Dan saya tahu karena saya membacanya dari Kompas.

Sejak SD sampai SMA di Kabanjahe, sampai kuliah di Bogor sampai saat ini Kompas tetap menjadi teman yang selalu menyapa, selalu memberi informasi baru. Sebagai sumber informasi saya paling suka dengan tulisan Pak Ninok Leksono soal teknologi. Sangat mencerdaskan. Sebagai pelajaran sekaligus hiburan saya membaca Cucu Misnusarman, tulisan Parakitri dihalaman IV, lalu ada berita Olah Raga yang sangat objektif memberi informasi, lalu ada cerita bersambung ; Burung Burung Manyar karangan YB Mangunwijaya, Ronggeng Dukuh Paruk , Kisah Musashi. Dan yang paling memukau adalah Tajuk Rencana.

Sebagai teman Kompas selalu memberi kepada saya sesuatu yang baru, yang melebihi harapan dan setia mengiringi kehidupan saya. Kompas benar benar hidup, dan saya yakin mengiringi kehidupan puluhan juta atau bahkan ratusan juta manusia yang lain. Inilah yang membuat Kompas hidup dan bertumbuh. Karena Kompas memberi hidup kepada pembacanya, dan pembacanya pun memberi hidup kepada Kompas.

Eh ternyata kehidupan yang dimiliki oleh Kompas bersumber dari Pak Jakob Oetama, yang pada tanggal 27 September kemarin berulang tahun yang ke 80. Dia adalah “roh hidup” yang mengalir masuk ke benda tipis, yang merubahnya dari lembaran yang mati menjadi mata, hati dan tangan yang sangat hidup.



Akan tiba saatnya Pak Jakob mengundurkan diri dari Kompas bahkan dari kehidupan ini. Namun “roh hidup” yang sudah diberikan, diajarkan, kepada manusia penerusnya tetap akan membuat Kompas dan seluruh kerabatnya; Intisari, Kompasiana, Kompas TV , Gramedia, sehidup sebelumnya. Karena “roh yang hidup” memang tetap hidup bahkan sampai kepada akhir sejarah manusia. Terima kasih Pak Jakob, Selamat Ulang Tahun Pak, dari seseorang yang pasti tidak Anda kenal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023