Featured Post

KHOTBAH MINGGU 28 DESEMBER 2025

“Ceritakan Perbuatan-Nya Kepada Semua Bangsa”

(Turiken Perbahanen-Na Ku Kerina Bangsa)

Nas: Mazmur 105:1–10

Pendahuluan

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
kita tiba di minggu terakhir tahun 2025—sebuah ambang waktu antara yang telah berlalu dan yang akan kita masuki. Pada saat seperti ini, Gereja tidak pertama-tama diajak menghitung kegagalan, keberhasilan, atau statistik kehidupan, melainkan mengingat perbuatan Tuhan.

Mazmur 105 bukanlah nyanyian nostalgia, tetapi mazmur kesaksian iman. Pemazmur mengajak umat Allah untuk bersyukur, bernyanyi, mencari Tuhan, dan menceritakan perbuatan-Nya—bukan hanya di dalam komunitas iman, tetapi kepada segala bangsa.

Dengan kata lain, ingatan iman (remembering) melahirkan kesaksian publik (witnessing).



Fakta Alkitabiah

Mazmur 105 ditulis dalam konteks umat Israel yang sedang menghidupi identitas perjanjian. Mazmur ini mengingatkan bahwa:

  1. Allah adalah Allah yang bertindak dalam sejarah, bukan Allah yang jauh dan pasif.
  2. Perbuatan Allah tidak berdiri sendiri, tetapi selalu terkait dengan perjanjian-Nya.
  3. Ingatan akan karya Allah adalah tanggung jawab lintas generasi—“seribu angkatan”.

Pemazmur tidak hanya berkata “ingatlah”, tetapi juga “ceritakanlah”. Artinya, iman yang sejati tidak boleh diam.

Arti dan Makna Teologis

1. Allah Pencipta dan Pemelihara Patut Disambut dengan Syukur dan Pujian

“Mengucap syukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya…” (ay. 1)

Teologi Alkitab menegaskan bahwa respons pertama manusia terhadap Allah adalah syukur, bukan tuntutan. Syukur bukan muncul karena hidup selalu baik, tetapi karena Allah tetap setia.

Alam semesta diciptakan bukan secara netral, melainkan bertujuan membawa kebaikan (shalom) bagi manusia. Dalam bahasa Kejadian, ciptaan Allah itu “sungguh amat baik”. Syukur adalah pengakuan bahwa hidup ini anugerah, bukan sekadar hasil usaha manusia.

Karl Barth menegaskan bahwa pujian adalah “bahasa ibu iman” — iman yang tidak memuji sedang kehilangan napas rohaninya.¹

2. Hukum dan Ketetapan Allah Menjamin Kasih-Nya Kekal

“Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya…” (ay. 8)

Allah bukan hanya mencipta, tetapi juga mengikat diri-Nya sendiri dalam perjanjian. Perjanjian dengan Abraham, sumpah kepada Ishak, dan ketetapan bagi Yakub menunjukkan bahwa kasih Allah bukan reaktif, melainkan berkomitmen.

Perjanjian Allah bersifat:

  • Historis (terjadi dalam waktu nyata),
  • Relasional (melibatkan manusia),
  • Kekal (melampaui satu generasi).

Inilah dasar pengharapan umat Tuhan: bukan kesetiaan manusia, tetapi kesetiaan Allah.

Walter Brueggemann menyebut perjanjian sebagai “kerangka utama iman Israel yang mengikat ingatan, identitas, dan masa depan.”²

3. Perbuatan Allah Menjadi Pokok Pemberitaan bagi Semua Bangsa

“Perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!” (ay. 1)

Mazmur ini sudah bersifat misioner, jauh sebelum Amanat Agung dalam Matius 28. Kesaksian bukan sekadar program gereja, melainkan konsekuensi logis dari iman yang hidup.

Allah tidak bekerja hanya untuk satu bangsa, tetapi melalui satu bangsa bagi semua bangsa. Gereja hari ini berdiri dalam kesinambungan panggilan itu.

Christopher J.H. Wright menegaskan bahwa misi bukan milik gereja, melainkan gereja milik misi Allah (missio Dei).³

Implementasi Secara Umum

  1. Menutup tahun dengan spiritualitas syukur, bukan keluhan.
    Gereja dipanggil menolong jemaat menafsirkan hidup bukan hanya dari apa yang hilang, tetapi dari apa yang Tuhan tetap kerjakan.

  2. Menghidupi iman yang diceritakan, bukan hanya dirasakan.
    Kesaksian iman perlu keluar dari tembok gereja—melalui kehidupan sehari-hari, kerja, relasi, dan pelayanan sosial.

  3. Mewariskan ingatan iman lintas generasi.
    Anak-anak dan orang muda perlu mendengar kisah nyata perbuatan Tuhan, bukan hanya teori iman.

Implementasi Kontekstual: Di Tengah Bencana Alam (Aceh, Sibolga, Sumatra Barat)

Di tengah bencana alam dahsyat, khotbah ini tidak mengajak jemaat menyangkal penderitaan, tetapi menafsirkan penderitaan dalam terang perjanjian Allah.

  1. Menceritakan perbuatan Tuhan juga berarti menghadirkan kasih Tuhan secara nyata.
    Kesaksian iman terwujud melalui solidaritas, empati, dan tindakan nyata.

  2. Allah tetap setia meskipun bumi terguncang.
    Perjanjian Allah tidak runtuh bersama bangunan yang roboh.

  3. Gereja menjadi lidah dan tangan Allah di tengah luka dunia.
    Ketika kata-kata terbatas, kasih yang diwujudkan menjadi kesaksian paling kuat.

Dietrich Bonhoeffer menyebut gereja sejati sebagai gereja yang “ada bagi orang lain”.⁴

Kesimpulan

Mazmur 105 mengajarkan kita bahwa:

  • Iman yang diingat akan menjadi iman yang diceritakan
  • Iman yang diceritakan akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa

Menutup tahun 2025, Gereja tidak dipanggil untuk sekadar bertahan, tetapi bersaksi—dengan suara, hidup, dan kasih.

Power Statement (Pernyataan Kekuatan)

“Gereja yang mengingat perbuatan Tuhan akan memiliki keberanian untuk menceritakan-Nya, bahkan di tengah dunia yang terluka.”

Referensi

  1. Barth, Karl. Church Dogmatics, Vol. I/1. Edinburgh: T&T Clark, 1975.
  2. Brueggemann, Walter. Theology of the Old Testament. Minneapolis: Fortress Press, 1997.
  3. Wright, Christopher J.H. The Mission of God. Downers Grove: IVP Academic, 2006.
  4. Bonhoeffer, Dietrich. Letters and Papers from Prison. New York: Touchstone, 1997.
  5. Goldingay, John. Psalms, Volume 3: Psalms 90–150. Grand Rapids: Baker Academic, 2008.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 Juli 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025

Catatan Tambahan PJJ 11 – 17 Mei 2025