Featured Post

Catatan Khotbah Minggu 12 Mei 2024

Gambar
 Minggu Eksaudi : Begiken Min O Jahwe Warna Mbentar Invocatio          :  “(Pilipi 3 : 16)” Ogen                     :  Perbahanen Rasul Rasul 1 : 1 - 5  (Tunggal )     Khotbah            :  Masmur 31 : 1 – 5      (Responsoria )     Thema                 :  Pemindon Lako Iampang-ampangi Tuhan              Khotbah : Masmur 31 : 1 – 5     Masmur Daud. Ku Kam aku cicio o TUHAN ula pelepas aku kemalun. Kam kap Dibata si bujur, mindo aku, maka IkeliniNdu aku. Begiken min pertotonku pedas min Kam reh mulahi aku. Jadi min Kam deleng batu inganku cicio, kubungku si nteguh inganku terkawal. Kam kap ingan cebuni dingen bentengku, tegu-tegu dingen babai aku erkiteken GelarNdu. Tegu-tegu aku maka ula aku kena siding itogeng kalak man bangku. Ampang-ampangi aku maka ula aku kena cilaka. Pembukaan   Syalomm mejuah juah senina ras turang, Kidekah nggeluh manusia ibas doni enda, lit lalap perbeben.  Lit nge lalap kiniseran, kiniseraan si mengancam keselamatan ta.  Tapi lit ka nge jalan keluar,

4 Level Shalom; Sebuah Refleksi Akhir Tahun 2023 Pertua Emeritus

 

Bagi saya, khotbah Pdt Erlikasna Br Purba pada ibadah natal, 24 Desember 2023 minggu lalu paling bernas sejauh ini.  Dengan mengambil teks dari Lukas 1 : 67 – 75 dan  thema Dibata Mereken Penebus, pendeta mengarahkan khotbah nya untuk melihat  situasi dan dampak pertemuan malaikat Surgawi dengan para gembala yang berjaga jaga terhadap keamanan domba gembalaannya.  (Lukas  2 : 8 – 17)

Peristiwa sakral dan unik, serta hanya sekali kejadian sepanjang sejarah manusia itu menjadi setting back groud yang dibuat oleh pendeta ini untuk menekankan kerygma khotbah yaitu Shalom atau damai.  Perjumpaan para malaikat dan para gembala pada akhirnya menciptakan shalom yang menimbulkan dorongan yang sangat kuat untuk mendatangi bayi Yesus yang lahir di kandang domba di Betlehem. 



Ada tiga hal yang saya lihat dari metode, intonasi dan pengambilan kerygma  khotbah sehingga saya mengatakan ini adalah khotbah yang bernas.

1.      Khotbah disampaikan dengan ringkas dan fokus.  Tidak terlalu banyak ilustrasi yang jauh dari teks, sehingga jemaat tetap bisa fokus dan konsentrasi menikmati khotbah.

 

2.      Intonasi yang mengambarkan greget atau keseriusan  atau pentingnya memahami dan menerapkan kerygma teks.  Ada beberapa kali saya mendengar suara gemetar halus saat pendeta menyampaikan khotbahnya. (Biasanya getaran seperti ini muncul karena si pembicara ingin sekali pendengar memahami urgensi dari khotbah, sementara satu dua para pendengarnya kelihatan tidak fokus, ngantuk atau pun ada aktivitas yang lain)


3.      Mengangkat kerygma atau kesimpulan khotbah “Shalom atau damai”.  Ada beberapa kali pendeta juga menekankan supaya sebagai orang yang sudah diselamatkan atas kelahiran Kristus, maka kita semua jemaat pun harus menciptakan shalom.

Dari tiga hal diatas kita semua setuju bahwa orang Kristen harus menciptakan shalom di rumah tangganya, di semua tempat dimana dia berada.  Namun saya tidak mendengar  pendeta mendorong agar serayan, pertua, diaken, emeritus pun harus bersama sama menciptakan shalom.  Saya bahkan melihat dan merasakan, bahwa salah satu tempat atau momen dimana shalom itu benar benar kurang atau nyaris tidak ada adalah pada saat Sidang Majelis Runggun.    Datang dengan was was, pulang dengan ngos ngos,  Hahahahhha.  Sulit sekali menciptakan shalom antar serayan dipersidangan ya teman?  

Nah Ketika merenungkan kembali khotbah pendeta Erlikasna Br Purba  di malam natal itu, khususnya momentum/saat pertemuan antara Malaikat dengan gembala, maka saya melihat rupanya ada 4 level Shalom .

Level 1 :  Ketika para gembala duduk beristirahat sesuai rutinitas mereka, setelah sepanjang hari mengawasi dan mengiringi gembalaannya,   seolah damai itu jika  tidak ada konflik.  Semua domba selamat, adem dan ketika malam tiba, ya sama seperti malam kemarin dan kemarin dulu, kemarinnya lagi.  Shalom rutinitas adalah shalom yang tidak ada ide.  Shalom level 1  adalah tidak ada konflik dan tidak ada ide baru.

Level 2 : tiba tiba malaikat datang menghampiri para gembala dengan sinar terang dan baju putih bersih.  Ada rasa kaget dan takut.  Rasa kantuk atau setengah tertidur tiba tiba terinterupsi.  Ini juga sering disebut, gangguan yang positif.  Shalom level 2 adalah munculnya interupsi, munculnya ide atau gagasan baru.

Level 3.  Para malaikat berseru dan berkata "Jangan takut, Hari ini di kota Daud sudah lahir bagimu juru selamat.  Keselamatan bagi manusia dan kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi."  Shalom level 3 muncul saat mendengar Firman Tuhan serta percaya sepenuhnya  

Level 4.  Para gembala sepakat mendatangi bayi yang lahir di Betlehem dengan meninggalkan kawanan dombanya.  Mereka sepakat (berkolaborasi) untuk meninggalkan kawanan domba yang tadinya mereka jaga dengan sepenuh hatinya, tapi demi berjumpa dengan Kristus semua harta dunia itu ditinggalkan.  Shalom level 4 adalah Ketika kesepakatan muncul untu mendatangi Kristus.  Kesepakatan diantara keluarga, diantara panitia, diantara serayan, diantara  BPMR, diantara BPMK, diantara Moderamen , diantara satu sektor PJJ, diantara satu runggun, diantara satu klasis,  diantara satu synode bahwa berjumpa dengan Kristus lebih utama daripada apapun.   Seperti tindakan para gembala yang mengatakan “ayolah lah kita ke kota Daud, kita lihat bayi yang lahir itu”

Seorang teolog Reformed Amerika Serikat yang bernama Tim Keller mengatakan bahwa para Presbiter kedepan ini perlu memperhatikan beberapa hal yaitu  untuk menciptakan Shalom Level 4  seperti dibawah ini

Salah satu karyanya yang relevan adalah bukunya yang berjudul "Presbytery: Rediscovering Our Roots and Reforming the Church Government" (Presbiter: Menemukan Kembali Akar Kita dan Mereformasi Pemerintahan Gereja).

Dalam bukunya tersebut, Keller menekankan beberapa poin kunci mengenai presbiter dan sistem gereja presbiterian:

1.      Kepemimpinan Kolaboratif: Keller mendorong konsep kepemimpinan yang kolaboratif dalam gereja, di mana presbiter bekerja bersama-sama untuk memimpin dan membimbing jemaat. Ia melihat presbiter sebagai kelompok orang bijaksana yang bekerja bersama untuk membuat keputusan yang baik bagi gereja.

 

2.      Teologi Penggembalaan:Keller menekankan pentingnya presbiter sebagai penggembala dalam gereja. Ia memandang peran presbiter sebagai para pemimpin rohani yang bertanggung jawab atas penggembalaan jemaat, memelihara ajaran-ajaran iman, dan membimbing umat dalam pertumbuhan rohani.

 

3.      Prinsip-Prinsip Keadilan: Keller menggarisbawahi pentingnya prinsip-prinsip keadilan dalam pengambilan keputusan gerejawi. Presbiter diharapkan untuk membuat keputusan yang adil dan bijaksana, mengingat kepentingan jemaat dan tujuan misi gereja.

 

4.      Ajaran Reformed dan Keseimbangan Gereja: Keller menyatukan konsep-konsep ini dengan ajaran Reformed dan mencari keseimbangan antara struktur gereja yang teratur dan kebebasan yang dimiliki setiap jemaat lokal.

 

5.      Pengakuan dan Pertanggungjawaban:Keller memandang bahwa presbiter harus hidup dalam komunitas iman dan bertanggung jawab satu sama lain. Ini melibatkan pengakuan dosa, dukungan spiritual, dan pertanggungjawaban pastoral.

 

6.      Pemulihan Tradisi dan Kebijakan Gereja:Keller merangsang kesadaran akan pentingnya memulihkan tradisi dan kebijakan gereja yang sesuai dengan prinsip-prinsip Calvinist, khususnya dalam konteks gereja-gereja yang mungkin telah kehilangan akar tradisional mereka.

Penting untuk diingat bahwa pandangan dan pemahaman seseorang terhadap presbiter dan struktur gereja dapat bervariasi. Namun, pandangan Tim Keller memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana seorang pemimpin gereja Calvinist dapat melihat peran dan fungsi presbiter dalam penggembalaan dan pemerintahan gereja.

Merespon apa yang disampaikan oleh Tim Keller, perlu sekali kita meningkatkan cara berfikir kita.  Tidak lagi hanya befokus jangka pendek, dan sectoral.  Perlu memperluas jangkauan atau  dimensi pemikiran dan keputusan kita.  Berfikir secara kolektif kolegial perlu kita tingkatkan menjadi berfikir secara kolaboratif,  sebab kedepan di tengah arus kecepatan suplay infomasi yang begitu hebat, setiap orang harus mampu fokus dan cepat mendapatkan, memahami, menganalisa serta menerapkan informasi menjadi keputusan yang lebih pas dan efektif.   Kam gia pa payo akapndu ?

Kita tinggalkan tahun 2023 dengan seluruh permasalahannya, kita songsong tahun 2024 dengan niat belajar dan berkolaborasi.   Bujur  ras mejuah juah kita  kerina.  

 Pt Em Analgin Ginting.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023