Perhatikanlah wajah orang tua diatas. Lalu cobalah
berempati kepadanya, rasakanlah apa yang dia rasakan, dan pikirkanlah apa yang
dia pikirkan. Dengarkan suara hati Anda,
apa yang dia katakan? Kalau belum terdengar pandang lagi lah wajah nenek ini,
coba pergermet kan kemana
pandangannya. (pergermet adalah kosakata Suku Karo yang artinya
perhatikan dengan sungguh sungguh) Apa makna dan kemana pandangan Nenek Karo
diatas?
Nampaknya tatapannya kosong, arah pandangannya jelas,
namun tidak mempunyai tujuan. Apa yang
dia rasakan saat memandang itu adalah sebuah kepasrahan sungguh sungguh. Dia
pasrah kepada kehidupan yang yang dianugerahkan kepadanya. Dan foto ini adalah sebuah momentum, saat
seseorang memberi penghayatan paling dalam mengenai kehidupan, khususnya kepada
salah satu esensi hidup yang disebut dengan penderitaan.
Nenek diatas sebenarnya sedang mengalami sebuah
penderitaan, penderitaan yang teramat besar yang sangat sulit untuk disampaikan
dengan mulut dan dilukiskan dengan kata
kata. Meskipun demikian foto ini pun menghadirkan sebuah kebenaran yang sudah
tertulis lebih 2000 tahun.
Kebenaran yang menjelaskan
hubungan kehidupan dengan penderitaan.
Ada tertulis dalam 1 Korintus 10 : 13, bahwa penderitaan yang diderita manusia
tidak mungkin lebih besar dari kemampuan manusia itu sendiri. Dan setiap penderitaan ada batas akhirnya
karena pada saatnya akan berubah menjadi sebuah kebahagiaan yang disediakan
tepat pada waktunya. Indah pada
waktunya. Begini bunyi nya :
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah
setia dan
karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada
waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu
dapat menanggungnya.
Nenek
kami diatas sudah sering diejek dan dipermaikan oleh kematian. Namun dia tetap
tegar, tabah dan kuat serta pulih kembali kesehatan dan keceriaannya.
Bayangkanlah,
dia ditinggal kan oleh ayah dan ibunya, lalu disusul kematian menantu laki
lakinya, seterusnya cucunya. Selanjutnya
dia menghadapi kematian suami
tercintanya, lalu anak sulung laki lakinya, lalu anaknya nomor tiga, lalu
anaknya no tujuh, lalu anaknya nomor lima,
lalu anaknya nomor dua. Setelah kematian suaminya, lima orang anak laki lakinya
meninggalkan dirinya. Tinggallah dua orang anak perempuannya, dimana dia
menggantungkan usia 90 tahunnya. Namun…
Saat
foto ini dibuat adalah ketika anak perempuannya yang paling kecil pun pergi
menyusul abang, adik dan ayahandanya menghadap keabadian. Maka tinggal lah dia berdua dengan anak
perempuannya satu satunya. Mereka hampir
sama, bibik kami satu satunya yang masih tinggal itu lah yang lebih dahulu
ditinggal suami dan anak terkasihnya, menantu dan cucu nenek karo ini.
Lalu
coba renungkan lagi, apa bedanya penderitaan dan kebahagiaan. Pandang lagi foto
Nenek Karo ini, bukankah wajah dengan tatapan kosong yang penuh penderitaan itu adalah sebuah
kebahagiaan pula? Kebahagiaan lah, karena foto yang mengandung ekpresi menderita
itu adalah sebuah pertanda bahwa nenek ini masih bisa merasakan penderitaan.
Banyak
orang yang tidak sampai usianya 90 tahun, namun nenek kami ini menurutnya sudah
hampir 95 tahun usianya. Dia bisa
berekpresi menderita pada usia 95 tahun adalah pertanda kemampuan merasa dan
berfikirnya masih sehat. Dia tetap “nenek”
kami dalam usianya 95 tahun, bukan teman anak anak kami bermain main karena
sudah pikun.
Yang
paling menakjubkan adalah keturunannya.
Jumlah anaknya 7 orang, 6 orang sudah meninggal tinggal satu satunya
bibik kami anaknya yang nomor 4 ditambah dengan 34 orang cucu dan hampir 40
orang cicit atau buyutnya.
Maka
benarlah Firman Tuhan yang awalnya dikatakan Paulus kepada jemaat di Korintus,
bahwa Tuhan pasti memberikan jalan keluar kepada manusia yang menderita. Sekarang
tugas kami, dan tugas anda juga lah mendoakan nenek karo dan bibi kami, agar
mereka berdua tetap diberi kekuatan dan penghiburan menjalani kehidupan ini
dengan tetap bersandar kepada Janji TUhan yang sangat penuh Kasih Setia.
Tolong
doakan juga “bengkila” atau amang boru kami beserta tiga orang anak dan empat
cucunya yang baru saja ditinggal pergi oleh bibik bungsu kami. Kematian bisa
saja merenggut kehidupan orang orang tercinta kita, namun kematian tetap punya batas
dalam menciptakan penderitaan. Sebab TUhanlah yang mempunyai kuasa dan kendali atas kehidupan dan
kematian. Kehidupan dia berikan kepada manusia untuk menikmati hidup di dunia,
dan kematian pun dia gunakan untuk menjadi jembatan menuju kehidupan yang
sebenarnya. Hidup yang sebenarnya itulah
yang lebih kekal, karena Tuhan sendirilah penguasanya.
Komentar