Para Calon Manager itu berkumpul selama seminggu lebih di Puncak Gunung Halimun. Untuk mengikuti pelatihan wajib dari perusahaan, sebagai persiapan untuk menduduki jabatan Manager kebun kelak. Ada kebun teh membentang dan Green House Bunga Ros yang sangat menjanjikan. Perkampungan petani lebih tepatnya buruh tani pemetik daun (muda) teh terdapat di beberapa tempat, di dalam perkebunan yang sudah dibuka Belanda sejak tahun sebelum kemerdekaan.
Materi pelatihan kala itu adalah memahami dan memupuk sikap empati. Sudah dijelaskan bahwa mendengar dengan empati adalah ketrampilan tertinggi atau level 5 dalam mendengar, sebagaimana dituliskan oleh Steven Covey. Satu persatu peserta yang jumlahnya 21 orang harus menemui seorang petani atau pekerja yang ada di perkampungan mereka di dekat Training Centre yang sangat sejuk dan menumbuhkan gairah belajar. Udara dingin pagi hari Sabtu tanggal 16 April 2011, pukul 05.30 sekitar 18 -19 derajat Celcius, tidak menjadi penghalang untuk menyapa para petani berwajah jujur penuh keluguan.
Seorang ibu yang mau berangkat dicegat oleh seorang peserta, mempraktekkan
10 Magic Question yang sudah ada dikepala sebagai patron bertanya. Selanjutnya mendengarkan seluruh jawaban dengan telinga, mata dan hati....
Selamat pagi ibu, apakah ada waktu sebentar untuk berbincang bincang?
Selamat pagi Pak, bisa saja Pak, masih pagi koq. Apa yang bisa saya bantu?
Ibu bekerja sebagai pemetik daun teh?
Iya Pak. Apa lagi yang bisa saya kerjakan disini selain memetik? Gak ada pilihan.
.Sudah berapa lama Ibu jadi pemetik daun Teh?
Udah lama Pak, udah belasan Tahun.
Tiba-tiba seorang anak kecil yang wajahnya penuh ingus keluar dari rumah, wajahnya lemah dan tampak tidak sehat.
Apakah ini anak Ibu?
Iya benar Pak.
Nampaknya dia sakit ya Bu, ingusnya mengalir terus. Udah berapa lama seperti ini?
Iya dia memang sakit Pak, sudah lebih seminggu begini terus.
Tidak dibawa berobat Bu?
Tidak Pak, paling kalau ada uang saya beli obat di warung. Tidak dibawa ke klinik perusahaan?
Tidak, karena kliniknya lebih sering tutup, petugasnya tidak ada.
Kalau di bawa ke Puskesmas apa tidak bisa Bu? Kan kasihan anaknya?
Puskesmas terdekat ke Kota Kecamatan, Nanggung, Pak. Saya tidak punya uang? Sebab kenderaan kesana hanya ojek. Ongkos ojek sekali jalan Rp 100.000,. Pulang pergi Rp 200.000,. Belum lagi uang berobatnya, belum lagi biaya makan kami di perjalanan. Sebab jaraknya kan jauh Pak. (Lebih kurang 40 Km) Apa Ibu tidak bisa pinjam uang dulu dari teman atau tetangga atau bahkan perusahaan?
Bagaimana mengembalikannnya Pak? Saya tidak punya uang untuk mengembalikan. Disini saya bekerja maksimal saya bisa petik daun muda teh 50 kg. Lalu perusahaan akan membayar Rp 500/ kg. Kalau semua bagus, bisa Rp 550/kg . Sehari paling maksimal saya bisa terima upah Rp 25.000 Pak, tidak cukup untuk dimakan kami sekeluarga. Rasa iba muncul, dan ketika pengalaman peserta ini diceritakan kembali di depan kelas, semua peserta terdiam, merenung dalam dalam. Sebelumnya peserta yang lain mewawancarai laki laki tua, berusia 53 tahun yang bertugas sebagai tukang “ketok” di kebun teh itu. (Tukang ketok kebun teh adalah yang bertugas membabat rumput dan jugabatang teh, supaya tumbuh tunas tunas baru)
Bapak kalau sakit berobat kemana Pak
Yach tidak kemana mana, saya kalau sakit memilih mati aja Pak.....Berikutnya, secara spontan peserta training
Communication And Interpersonal Skills ini mengumpulkan sumbangan untuk diberikan kepada si ibu agar membawa anaknya ke Nanggung. Puskesmas yang jauh dari tempat tinggalnya.
Komentar