

Pada awal bulan April kemarin saya menulis di Blog ini bahwa Kasus Century akan menghantarkan Sri Mulyani Indrawati menjadi calon terbaik untuk Presiden pada Pilpres 2014. Hari ini, Bangsa ini dikejutkan dengan dinominasikannya SMI begitu namanya disingkant di koran-koran menjadi Managing Director World Bank, jabatan yang hanya satu tingkat di bawah Presiden Bank Dunia.
Apapun kaitan dan dampak politisnya yang jelas posisi ini adalah satu jabatan yang sangat prestise, dan belum pernah satu orang pun dari Indonesia pernah menjabat sebelumnya. Sebuah pengakuan yang sangat objektif dan tepat terhadap profesionalisme SMI yang sudah dia tunjukkan selama ini.
Memang dalam kaitan kasus bank century sekarang ini ada pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK. Keterlibatan SMI dalam kasus century adalah implikasi politis dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan yang dipilih Presiden, dan juga Jabatan Ex Officio nya dalam KKSK. Seandainya pun ada kemungkinan kekeliruan Sri Mulyani kita bisa lihat bahwa hal itu mungkin terjadi karena implikasi jabatannya, bukan karena karakter atau behavioralnya melakukan tindakan yang tidak etis dan atau melanggar hukum.
Dari rangkaian kejadian ini saya melihat sebenarnya di bangsa kita pada saat ini ada 4 kerangka berfikir yang sangat berbeda.
1. kerangka berfikir kalangan swasta yang menurut saya paling maju, optimis dan mengarah kedepan. Dalam hal ini, kerangka berfikir swasta setara dengan kerangka berfikir dunia internasional yang sangat mengedepankan kejujuran, kecepatan, dan kualitas.
2. Kerangka berfikir BUMN dan Pemerintahan, yang menurut saya berusaha untuk mengiringi atau pun mendekati kecepatan berfikir kalangan swasta tadi. Sebagian kecil pelaku pemerintahan sudah bisa mengiringi, namun sebagian besar masih tertatih-tatih di belakang.
3. Kerangka berfikir partai politik ataupun parlemen, yang selalu berusaha untuk menentang kerangka berfikir pemerintah. namun saya meliah kerangka berfikir parlemen hanya segelintir yang bisa menyamai pemerintah, tapi kebanyakan jauh tertinggal. Jika dibandingkan dengan kerangka berfikir kaum swasta saya melihat kerangka berfikir politis/parlemen sangat jauh tertinggal. Parlemen seolah tidak tahu apa yang sudah sipikrkan oleh kaum swasta ini. masing-masing mengambil sikap, sehingga sulit sekali mencari sinergi. Beberapa tahun yang lalu misalnya, pada saat swasta mencari notebook dengan harga yang dibawah 10 juta rupiah DPR menganggarkan dengan harga 25 juta rupiah dengan specs yang sama atau bahkan kurang. Jelas bagi kalangan swasta yang mengutamakan efisensi dan kecepatan serta daya guna, geleng-geleng kepada tidak mampu memahami kerangka berfikir para Anggota Dewan Yang terhormat.
4. Kerangka berfikir yang keempat adalah rakyat banyak. Kerangka berfikir yang mungkin masih dilingkupi trauma masa penjajahan sehinga belum mampu bersifat asertif terutama dalam memperjuangkan hak-haknya. Mereka lebih banyak memakai hati nurani mereka sehingga lebih banyak diam dan menonton sinetron TV yang menurut teman saya kebanyakan bernuansa pembodohan. Hanya, perlu disadari bahwa mungkin 20 persen dari Rakyat yang bekerja dan hidup di sektor swasta yang kerangka berfikirnya sekitar 20 tahun sudah lebih maju dari Anda yang ada di DPR.
Dan Pemilihan SMI jadi Pengelola Bank Dunia adalah karena Dunia Internasional mempunyai kerangka berfikir yang barangkali 25 tahun sudah lebih maju dari totalitas penguasa politik di Republik Tercinta ini. Hidup Indonesia.
Komentar