“Selamat Siang Ibu
Jenderal”, Kata Mayor Jenderal Djamin Gintings dari atas Panser menyapa istrinya
yang terheran heran di halaman kediaman mereka di Jakarta.
“Mengapa Bapak bawa Panser, kan jendela rumah kita bisa pecah
semua”, kata Likas Tarigan terheran heran.
“ Kan kam yang miminta bawa Panser ke rumah”, timpal Djamin
Gintings sambil tertawa penuh perasaan bangga.
Ini adalah salah satu adegan yang sangat menarik yang
tergambar dalam Film 3 Nafas Likas yang saat ini sedang diputar serentak di
seluruh Tanah Air. Film ini mengisahkan
tentang kepahlawanan Letnan Jenderal Anumerta Djamin Gintings dari sudut
pandang Likas Beru Tarigan sang istri tercintanya.
Likas Beru Tarigan yang
digambarkan dengan sangat menarik, mandiri, berani, cerdas dan romantis mengisahkan pengalaman hidupnya
mendampingi salah satu Pahlawan Negara Indonesia dan sekaligus Putra Karo terbaik. Penggambaran Likas dalam film ini sangat
bernilai, karena dengan sangat lengkap mengisahkan gambaran sebenarnya wanita karo yang berani keluar dari
kungkungan adat.
Likas beru Tarigan bercita
cita menjadi guru oleh sebab itu dia harus berani bersekolah ke Padang Panjang,
di Sumatra Barat ratusan kilometer dari kampung halamannya di Sibolangit. Cita
citanya sangat didukung oleh ayahandanya Tarigan Mergana. Sedangkan ibunya (diperankan dengan sangat
apik oleh bintang kawakan Jajang C Noor) sangat menentang. Ibunya menentang karena dua hal, yang pertama
abang Likas sendiri Jore Tarigan sudah merantau dan bekerja sebagai Polisi dan
alasan yang kedua adalah karena keluarga ibunya sangat tergantung kepada Likas,
karena peranan Likas dalam keluarga mengasuh adik adiknya serta membantu orang
tuanya bekerja di ladang.
Bahkan dalam salah satu adegan
sebelum Likas akhirnya berangkat merantau ibunya berkata” Adi lawes kam, mate
nge aku anakku” (kalau kamu pergi juga maka aku akan mati). Ini adalah cara
ibunya menghambat keinginan Likas pergi merantau untuk bersekolah guru.
“Pak, bagaimana ini Pak,
kata ibu dia akan mati kalau aku pergi”, Likas mengadu kepada bapaknya. Tapi dengan tegar ayahnya berkata; “Nyawa
ibumu itu Tuhan yang menentukan bukan kamu Likas”. Akhirnya Likas berangkat ke
Padang Panjang. Akan tetapi Ibu
Kandungnya benar benar meninggal dunia saat
Likas sedang bersekolah di Padang Panjang.
Saya sudah mendengar dari
dulu kisah mengenai Djamin Gintings, dan nama istrinya Likas Beru Tarigan. Namun Film ini memberikan informasi tambahan yang
sangat penting dan sangat berharga bagi saya, dan juga bagi seluruh generasi
muda Suku Karo. Minimal ada 4 point
insight (pembelajaran) yang saya dapatkan setelah menonton film ini di Mega XXI
Bekasi bersama istri saya Br Sitompul.
Point yang pertama, Likas Beru
Tarigan yang diperankan oleh Atiqah Hasiholan adalah wanita Karo yang sangat
mandiri, cerdas, bercita cita tinggi, berani, mandiri serta setia kepada teman
temannya. Likas beru Tarigan adalah wanita yang selalu ingin bekerja dan
berkarya dalam hidupnya serta dengan tulus ikhlas membantu siapa saja. Punya daya ingat yang sangat tajam, dan berani
menghentikan pesawat militer di landasan pacu hanya untuk menitipkan surat
kepada suaminya tercinta.
Point yang kedua. Saya
sangat terkejut akan sifat dan karakter Djamin Gintings yang dengan sangat
bagus sekali diperankan oleh Vino G Bastian. Dia adalah seorang yang sangat berani dan
mandiri serta mempunyai kepemimpinan Otentik di dalam dirinya. Namun juga seorang yang sangat rendah hati dan
romantis. Dia selalu memanggil Likas
sebagai ‘Nande Tigan”. Lalu dalam film
ini sering juga meminta maaf kepada
istrinya yang sangat cekatan ini. “Salah kal aku Nande Tigan, la banci kam kukawali
tupung e”.
Point yang ketiga.
Hal ini benar benar sangat mengejutkan saya,
bahwa Likas Beru Tarigan mempunyai komunikasi yang sangat
erat dengan ayahnya.
Tidak biasa dalam tata kehidupan orang Karo seorang ayah berbicara
berdua dengan anak wanitanya.
Namun
Likas adalah orang Karo yang sangat beruntung sebagai wanita karena sangat
akrab dan sangat mesra berkomunikasi dengan ayahnya.
Kenyataan Likas ini semakin mengukuhkan
sebuah teori yang penulis yakini selama ini bahwa,
“semua pemimpin hebat baik wanita atau pria adalah orang yang sejak
kecilnya mempunyai hubungan komunikasi yang sangat erat dengan ayahnya”.
Point yang keempat. Ini sangat menyedihkan saya. Bahwa ternyata Jenderal Djamin Gintings
sangat tertekan ketika didubeskan ke Canada.
Sekalipun dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
tapi dia tidak menyukai jabatan itu.
Sebab jiwa militernya sangat kental dan dia sebenarnya lebih suka jika
tetap di Militer. Mengapa Djamin Gintings akhirnya di dubeskan yang akhirnya
menutup karier militernya? Saya pun
masih bertanya tanya. Dugaan saya bahwa dia sengaja diasingkan untuk mengurangi
persaingan bagi jenderal jenderal yang lain di Jakarta. Saya melihat bahwa jika Djamin Gintings tetap di militer,
bukan tidak mungkin dia bisa berkarier sampai Jederal penuh, bahkan bisa
menjadi Panglima ABRI atau Menhankam. Memang
ada dialog yang keluar dari mulut Likas Beru Tarigan, bahwa Djamin Gintings
adalah satu dari dua orang bawahan Jenderal Ahmad Yani yang tidak tewas dalam
peristiwa G 30 S, PKI.
Komentar