Pernah suatu ketika Kompas mewawancarai seorang top designer mobil mewah BMW dalam kunjungannya ke Jakarta. BMW menurut si designer ini selalu dibawah Mercedes Benz, sama seperi kedudukan Rolling Stone yang selalu dibawah The Beatles. Rolling Stone hebat, penggemar fanatiknya ada diseluruh dunia. Lagu lagunya top hit, di tangga musik dunia. Namun karena jaman nya sama dengan The Beatles, maka dia tetap dibawah. Mick Jagger itu hebat dengan lidah dower nya, tapi tetap dibawah John Lennon. Terimalah kedudukan sebagai no 2, nikmati sajalah. Gapai prestasi setinggi tingginya.
Sumber Foto : lintassarkem.blogspot.com
Demikian juga BMW, kehebatannya mendunia. Siapapun mengakuinya. Namun tetap menjadi no 2 di bawah Mercedes Benz. Apa boleh buat BMW hanya no 2 dibawah Mercy. Namun tidak berkecil hati, terima lah dan berkreasi dalam kedudukan itu. Kedudukan no 2 pun tetap harus disyukuri dan dimaksimalkan prestasinya.
Di Indonesia kedudukan no 2 ini tidak diterima dengan sepenuh hati. Di Sumatra Utara orang nomor dua itu sekarang menjadi no 1. Setelah orang no 1 Syamsul Arifin menjadi pesakitan karena kasus korupsi dan dipenjara, maka PLT (Pelaksana Tugas) Gubernur adalah Sang Wakil Gubernur yaitu Gatot Pujo Nugroho. Hampir sama dengan di Kota Bekasi. Orang No 1 di Kota Bekasi, Mochtar Mochammad sekarang tersangka kasus korupsi dan juga menjadi pesakitan di Rumah Tahanan. Kedudukannya sebagai Walikota Bekasi diganti oleh pasangan kampanye, Wakilnya saat Pilkada Kota Bekasi yaitu Rahmat Effendi.
Saya melihat dua kasus di Sumatra Utara dan di Bekasi berbeda dengan BMW dan Rolling Stone. BMW atau Rolling Stone menerima kedudukan no 2, tapi di SUMUT dan Bekasi kedudukan no 2 adalah strategi menuju No 1. Kedudukan no 2 beralih menjadi kedudukan no 1 terjadi atas kemalangan atau kejatuhan orang no 1. Kedudkan No 2 menjadi titik awal menuju kedududkan no 1, dengan strategi “menjatuhkan” atau “memenjarakan” pasangannya sekaligus atasannya.
Sebab sulit untuk menidakkan, apakah Gatot tidak bisa memprediksi Syamsul Arifin sejak sebelum Pilkada. Apakah Syamsul yang memilih Gatot jadi pasangannya atau Gatot yang memilih Syamsul menjadi pasangannya? Masak antara calon gubernur dengan wakil gubernur tidak saling mempelajari track record masing masing pasangannya?
Sedikit berbeda dengan Bekasi, sebab kasus korupsi Mochtar Mohammad terjadi saat dua duanya berkuasa. Saat Mochtar Mohammad menjabat sebagai Walikota dan Rahmat Effendi sebagai Wakil Walikota, yaitu berkaitan dengan kasus korupsi dugaan penyuapan Piala Adipura Kota Bekasi 2010 dan APBD 2010. Kasusnya baru, terjadi setahun yang lalu. Yang aneh adalah mengapa hanya walikota yang terkena kasus? Mengapa Wakil bisa bersih? Berarti wakil tidak tahu apa yang dilakukan oleh Walikota? Berarti tidak ada komunikasi yang transparan dan sinergis antara Walikota dengan Wakil Walikota. Memang tanda tandanya sudah ada. Jauh sebelum kasus korupsi sang walikota mencuat, tidak ada lagi gambar pasangan ini terpampang di baliho baliho kota. Kalau dulu, sebelum dan saat menjelang Pilkada gambar Mochtar Mohammad dan Rahmat Effendi ada dimana mana dan sangat mesra kelihatannya. Ah rupanya hanya strategi sementara.
Dari Bekasi ke kota Jakarta. Sama saja. Coba katakan, masih adakah gambar Gubernur Fauzi Bowo dengan Wakil Gubernur Prijanto? Masih adakah berita mengenai kerja sama Bang Foke dengan Bang Prijanto? Juga jauh di Tanah Karo sana, tercium kerenggangan Bupati Karo dengan Wakil Bupati, antara Kena Ukur Surbakti dan Terkelin Brahmana. Padahal baru dilantik pada bulan Maret 2011 kemarin
Dari Ken Arok ke Megawati dan Jusuf Kalla
Ternyata Indonesia mempunyai sejarah panjang tentang kedudukan orang no 2. Bisa diawali dengan Ken Arok, pengawal kepercayaan Tunggul Ametung yang terpikat dengan kecantikan permaisuri Ken Dedes. Dengan keris kebo ijo yang disusun strateginya oleh Ken Arok, Ken Arok pun membunuh atasannya Tunggul Ametung, untuk memperistri Ken Dedes sekaligus menjadi Raja di Tumapel.
Kemudian digulingkannya Presiden Abdurrachman Wahid (Gus Dur) oleh DPR sekaligus mengantarkan Megawati menjadi Presiden. Diikuti oleh kisah Jusuf Kalla. Popularitas Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden jauh lebih melangit dibanding atasannya sendiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Akibatnya meskipun sukses dan sangat populer namun menjelang Pilpres tahun 2009, sejak awal Jusuf Kalla diposisikan untuk tidak lagi menjadi calon Wakil Presiden bersama SBY.
Habibie yang berasal dari Sulawesi Selatan nampaknya mulus dan elegan naik dari posisi no 2 menuju posisi no 1, saat dengan sadar Presiden Soeharto meletakkan jabatan dan memberikannya kepada Wakil Presiden BJ Habibie. Mulus prosesnya, tapi cukup rumit dampaknya. Buktinya BJ Habibie ditolak oleh orang dalamnya sendiri yaitu Golkar, dan hanya menjabat lebih kurang satu tahun.
Masih ada kisah orang No 2 yang lain di Indonseia. Mohammad Hatta yang meminta mundur dari jabatan Wakil Presiden kepada atasannya Presiden Soekarno, dengan alasan ideologis. Mundur dengan jantan dan elegan, dan tetap berhubungan baik secara personal dengan Presiden Soekarno, sehingga diabadikan dengan istilah dua sekawan. Kisah lain adalah tidak bersedianya Sultan Hamengkubowono IX dipilih kembali menjadi Wakil Presiden dengan alasan perbedaan pandangan/ideologi dengan Presiden Soeharto.
Menurut saya, cara orang no 2 BJ Habibie, M Hatta dan Sultan HB IX adalah yang benar. Mereka tahu kedudukannya sebagai orang no 2, dan tetap menghormati orang no 1. Mereka bertiga hampir sama dengan George Bush Senior yang dua kali wakil presiden kepada Ronald Reagan sampai akhirnya dipilih menjadi Presiden. Juga Al Gore, Wakil Presiden semasa Bill Clinton, dan mengakui kekalahan kepada Geroge Bush Junior saat Pemilu Presiden. Padahal masih ada selisih/kasus penghitungan suara. Dia menerima mejadi orang no 2, dan dia menerima kekalahannya sekaligus menutup kesempatan menjadi orang no 1. Namun belakangan Al Gore menjadi penerima Hadiah Nobel.
Paradigma No 2 Tahun 2014
Dalam Pilpres tahun 2014 nanti, siapa yang bersedia dan pantas serta “aman” dipilih menjadi orang no 2 atau menjadi Wakil Presiden tetap akan menjadi pergunjingan yang ramai. Tahun 2009 kita menilai Presiden SBY memilih pasangannya Wakil Presiden dengan paradigma utama “aman”, yaitu Boediono. Nyatanya memang sangat aman, hahahaha. Sebab sebagai orang no 2 di Republik ini Pak Wapres Boediono nyaris tak terdengar.
Paradigma utama yang beredar di masyarakat, yang nyaris menjadi mitos adalah :
Orang No 1 atau Presiden harus orang Jawa.
Supaya aman, maka Presiden Orang Jawa sebaiknya memilih pasanganya orang non jawa. Sebab kalau wakil presiden orang Jawa dengan Presiden Orang Jawa kemungkinan besar masih kena kutuk Ken Arok kepada Tunggul Ametung, kecuali Wakil Presiden itu namanya Boediono. (Setahuku memang Gatot Pujo Nugroho adalah orang Jawa. Tapi Rahmat Effendi kalau tidak salah adalah orang Sunda)
Jika percaya Mitos dan Paradigma Jawa tetap berlaku pada tahun 2014, maka Aburizal Bakrie dan Hatta Rajasa paling banter hanya akan menjadi calon wakil presiden. Tapi mereka berdua akan mejadi calon jadi jika salah satunya dipasangkan dengan Pramono Edhie Wibowo yang basu saja memasuki garis orbit. Nama yang terakhir ini (pasti) akan diarahkan menjadi calon dari Partai Demokrat. Siapa pesaing tangguhnya? Megawati yang berpasangan dengan Surya Paloh, serta pasangan Sri Mulyani dengan Prabowo Subianto. Akan tetapi pasangan terakhir ini akan kesulitan untuk menyepakati siapa Orang No 1 dan siapa orang No 2.
Komentar