Orang
Karo itu terkenal pemberani. Banyak bukti dan simbol yang menguatkan statement ini. Bahkan dalam kosakata Karo ada kata yang
menjelaskan tentang keberanian dan prilaku gagah perkasa membela yang lemah dan
menegakkan kebenaran. Kata “Simbisa”
adalah kata yang mengandung makna yang “sangat laki laki” dan macho, yang
mengungkapkan semua prilaku berani dan gagah serta bertangung jawab.
Apa
padanan kata “simbisa” dalam bahasa Indonesia menurut saya yang paling tepat
adalah militan dengan turunan katanya militansi. Militancy dalam kamus Inggris Indonesia yang ditulis oleh John M.Echols dan Hassan Shadily mengandung arti nafsu berkelahi/berperang. Sedangkan dalam kamus Oxford ditulis seperti berikut ini be a powerful or conclusive factor in preventing. Kalau di Indonesiakan Militan artinya adalah memiliki kekuatan dan pemahaman yang kokoh dalam melindungi atau mencegah sesuatu.
Dalama
satu kesempatan ceramah di depan kaum bapak atau Mamre GBKP Klasis Jakarta
Bandung saya menggagas definisi Militan adalah adanya kepatuhan dan disiplin yang amat tinggi untuk membela
secara positif terhadap satu keyakinan, kelompok atau organisasi. Dalam Bahasa Karonya : Erperang pe nggit ia
gelah banci mbela siakapna bujur e.
Di Tanah Karo kata Simbisa
disematkan kepada kesatuan batalyon TNI Angkatan Darat, Yon 125 Simbisa. Dan di
Kabanjahe, Makam Pahlawan adalah bukti
tak terbantahkan dari sifat militant atau simbisa dari pemuda pemuda Karo.
Disamping makam pahlawan, menurut
saya ada beberapa pemuda Karo yang terkenal sangat berani, militan dan
mempunyai karakter yang sangat “simbisa”.
Tiga orang yang paling terkenal mempunyai prilaku dan karakter militansi
ini adalah Djamin Gintings (Letnan Jenderal), Selamat Ginting (Mayor TNI) dan
Payung Bangun (Mayor TNI). Saya menuliskan tiga orang ini bukan berarti hanya mereka yang mempunyai sifat sifat ke'simbisa"an, saya yakin masih banyak yang lain. Pada kesempatan yang lain akan kita tulis juga.
Menurut Sempa
SItepu dalam bukunya “Kehadiran Injil
Kerajaan Allah Membaharui Adat/Budaya Dan Kehidupan Suku Karo, Indonesia, 2000”
dituliskan bahwa mereka bertiga dikenal sangat militan dalam membela
keyakinan/profesi mereka dan yang paling utama adalah militansi atau
keberpihakan mereka terhadap Orang Karo.
Selain Sempa
Sitepu, Teridah Bangun pun menuliskan kesaksiannya tentang ketiga tokoh pejuang
Karo yang sangat membanggakan ini dalam bukunya Tiga Pelopor Pejuang Karo, Drs. Tridah Bangun,
2004.
1.
Djamin Gintings
Sebagai prajurit TNI, yang
berpegang teguh kepada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, jelas sekali
berpendirian politik sebagai nasionalis dan Pancasilais.
Djamin Gintings dan Istri Likas Br Tarigan
Menurut sumber yang
diperoleh sejak usia muda telah memeluk agama Kristen Protestan. Pada saat
melangsungkan pernikahan dengan Likas Br Tarigan seorang berfrofesi guru pada
tahun 1945, beberapa bulan sebelum tentera Jepang menyerah kepada sekutu,
pernikahan mereka berlangsung di depan Pendeta di gereja GBKP Kabanjahe
Keberpihakan beliau kepada
Suku Karo tidak terpungkiri, sebab lokasi Universitas Sumatra Utara di tempat
yang sekarang ini yaitu di bekas perkampungan Orang Karo adalah karena Visinya
untuk meningkatkan pendidikan bagi seluruh Masyarakat Karo.
2.
Selamat Ginting
Setelah keluar dari kemiliteran tahun 1950, langsung
terjun ke kancah perpolitikan dengan kiprah aktif dalam Parpol PNI, mula-mula
sebagai pengurus PNI Tanah Karo merangkap anggota DPRD di Kabupaten Karo. Nama
Kilap Sumagan adalah istilah yang sangat popular yang diberikan kepada pemuda
bermarga Ginting Munthe ini.
Mayor TNI Selamat Ginting
Boleh dikatakan sepanjang
hidupnya tetap mempunyai kepercayaan yang sama dengan leluhurnya, yang oleh
para antropolog disebut sebagai berkerpercayaan animis-dinamis atau dikenal
dengan ‘perbegu’ Tapi seluruh keluarganya
: istri Piah Malem Rondangan br Manik dan dua orang anaknya beragama Kristen
Protestan. Menurut Tridah Bangun, pada
saat sakit keras tidak sadar diri di Rumah Sakit di Jakarta pada bulan April
1994 atas inisiatif keluarga inti, pendeta GBKP mensyahkan(baptis) beliau
menjadi penganut agama Kristen Protestan.
3.
Payung Bangun
Setelah keluar dari kemiliteran tahun 1950, lalu
bergerak dalam dunia usaha namun aktif mengikuti perkembangan politik dan
kenegaraan. Beliau adalah keturunan dari Pahlawan Karo, Kiras Bangun atau Si
Gara Mata. So the father, so the son,
ayahnya gagah perkasa, anaknya juga demikian.
Kiras Bangun "S Gara Mata" Ayahanda Payung Bangun
Dalam urusan
agama/kepercayaan hampir sama dengan Selamat Ginting, tetap menganut
kepercayaan sama seperti leluhurnya sebagai ‘perbegu”. Namun seluruh keluarga intinya pemeluk agama
Kristen Protestan. Sepeuluh hari sebelum
wafat, beliau sempat disahkan menjadi pemeluk agama Kristen Protestan GBKP di
Medan. Meninggal dalam usia 76 tahun
Ah makin
bangga lah aku jadi Orang Karo. Mau
dikatakan Batak atau tidak, yang penting prestasi bro. Tidak perlulah diperdebatkan Karo itu Batak
atau bukan Batak, yang penting prestasi.
Saya berani jamin, bahwa ketiga mereka ini semasa hidupnya tidak pernah mempermasalahkan
hal itu. Apa lagi Selamat Ginting, istrinya beru Manik. Bukan Manik yang masuk Ginting, tapi Manik
dari Dairi yang di Karo itu masuk ke Marga Karo Karo.
Sikap
militansi mereka mari kita tiru dan kembangkan dalam diri kita masing masing,
di Gereja, Mesjid, Katedral di tempat
kerja, di perpulungen perpulungen dan di dalam semua aktivitas dan pelayanan
kita. Supaya sifat sifat leluhur nenek
moyang kita Orang Karo itu tetap bisa kita lestarikan sepanjang masa.
Bagi yang beragama Kristen sikap militansi akan timbul dari pemahanan yang jelas tentang tiga point yaitu :
- Pemahaman yang jelas
mengenai manusia dengan seluruh kekurangan dan kelebihannya, dan adanya
kebanggan yang amat mendalam tentang orang Karo
- Keyakinan yang kuat
yang bersumber dari pemahaman yang jelas terhadap Allah Bapa, Allah Anak,
Allah Roh Kudus.
- Sebuah keyakinan
tentang kasih Tuhan, yang bersumber
dari kesadaran pengalaman “berjumpa” (petala-tala) dengan Tuhan.
Ma payo ras setuju nge kam e? Bujur ras Mejuah juah kita kerina.
Komentar
aku ingin copy paste artikel blog ndu. uga kata sora ndu sena?
bujur melala.