Derita yang disebabkan oleh meletusnya Gunung Sinabung terus
berkepanjangan sampai saat ini. Berita
terbaru mengatakan bahwa dana bencana di Pemkab Karo sudah habis, sementara
dana dari pusat belum cair. Akibatnya pengungsi
yang masih ada di tempat pengungsian mengalami penderitaan baru, tidak ada lauk
yang bisa dimakan.
Pemkab Karo tidak tinggal diam, untuk menunggu dana
pemerintah pusat cair mereka mendekati Bank Bank pemerintah yang beroperasi di
Kabupaten Karo, supaya berkenan memberikan bantuan. Dan syukur kepada Tuhan, mereka mau membantu
memberikan bantuan langsung dalam bentuk makanan.
Gunung Sinabung Sebeum Meletus, Nyaman, indah dan menyejukkan
Gereja seperti GBKP pun tidak tinggal diam, semua sudah
bergerak. Berita bahwa dana pengungsi
sudah habis begitu cepat menyebar ke seluruh GBKP, dan mulai lah jemaat
memberikan sumbangannya. Kita harap situasi ini cepat teratasi supaya dana
segera didapat dan diberikan kepada saudara saudara kita di pengungsian. Penduduk 3 desa dari Suka Meriah, Bekerah dan
Simacem sudah nyaman tinggal di Siosar.
Dan akan menyusul direlokasi penduduk dari 4 desa, Kuta Tonggal, Gamber,
Berastepu dan Gurukinayan.
Bentuk Gunung Sinabung sendiri sekarang sudah berubah,
mungkin ketinggian puncak nya sudah berkurang.
Yang pasti dan langsung tampak adalah warna Gunung Sinabung. Sekarang kalau kita pandang dari Kabanjahe
atau Berastagi ke arah Gunung Sinabung, kegersangan yang terlihat dan warna nya
bukan biru lagi, tapi warna debu atau warna abu vulkanik, yaitu abu abu.
Gunung Sinabung Saat Ini, Tandus dan Gersang
Kita berdoa bahkan menjerit memohon kepada Tuhan supaya Gunung
Sinabung berhenti meletus dan segera memasuki masa recovery. Namun Tuhan lebih berkuasa dan rencanaNYA pasti lebih
indah. Jadi dalam situasi seperti saat ini paling baik
adalah berserah sepenuhnya kepada Tuhan, dan mulai lah memikirkan alternatif kehidupan
di luar lingkungan Gunung Sinabung.
Ketika saya pribadi merenungkan kembali situasi Gunung
Sinabung yang tampak sangat jelas dalam perjalanan ke Desa Nang Belawan minggu
yang lalu, tiba tiba saya teringat akan sebuah percakapan kami di Bekasi
sekitar 17 tahun yang lalu. Sebuah
percakapan antara mamre dengan pedeta yang kalau saya pikir-pikir seolah olah sebuah ramalan akan situasi Gunung
Sinabung. Percakapan yang kami lakukan pada tahun 1998 atau 1999 itu, dan
menjadi kenyataan pada tahun 2009 dan 2013 sampai sekarang.
Begini Ceritanya. Saat
itu kami Mamre sektor IIB di Runggun
GBKP Bekasi kembali ingin merekam lagu
lagu pujian Mamre ke dalam kaset. Ini
adalah album yang kedua, setelah album yang pertama kami cukup sukses, karena dukungan beberapa seniman ternama karo seperti Muham Sembiring sang pencipta lagu yang sangat popular di
kalangan Karo dan Julianus Liem Beng yang saat ini sudah bergelar Doktor dalam
ilmu musik dan menjadi dosen di Universitas Pelita Harapan dan juga menjadi
pegawai di Kementerian Ekonomi Kreatif.
Album Mamre Bekasi Yang Diproduksi Tahun 1998
Salah satu lagu yang akan dimasukkan ke dalam kaset ini
berjudul “Sifat Kalak Karo”, dan saya sendiri yang menciptkannya. Lagu ini saya tulis untuk mengangkat sifat
sifat hebat yang faktual dimiliki orang karo, karena memang saya sangat bangga
sebagai Orang Karo.
Dalam menggambarkan
kehebatan sifat Kalak Karo itu dibagian
Refraint lagu saya menuliskan syairnya begini :
Bagi perpaguh perpajek Gunung Sinabung
Bagem paguhna pertendin Kalak Karo
Pagi perciho lau mentar I Sukanalu
Bagem Cihona perukuren perciremna
Nah, sebelum lagu ini kami latih dan rekam di Studio Gemini Tebet,
maka kami beraudisi dengan pendeta runggun Bekasi pada saat itu yaitu Pdt
Miasi Sembiring Meliala. Dia tertarik
menyoroti syair lagu di atas, dan dia tidak setuju kalau digambarkan pertendin
kalak karo seperti Gunung Sinabung.
Kata katanya saat itu, "la kuakap cocok adi gambarken kena
pertendin kalak karo bagi Deleng Sinabung.
Meletus pagi Gunung Sinabung ah, kernep kin kalak Karo enda, kata Pdt Miasi Sembiring
Ini perkataan asli Pendeta Miasi Sembiring pada saat itu,
adi meletus pagi deleng sinabung ah, kernep kin kalak Karo enda?
Syair lagu yang ditulis pada Sampul Kaset
Saat itu saya sebagai penulis lagu hanya mendengarkan saja perkataaan pendeta
yang sekarang sudah pensiun ini dan tinggal dengan damai beserta keluarganya di Pondok Gede Jakarta. Mengapa saya tidak mengubah syair lagu, karena saya saat itu berfikir tidak
mungkinlah Gunung Sinabung meletus, lagi pula saya sangat mengagumi Gunung
Sinabung.
Jadilah kata kata seperti di atas tetap kami rekam dan
kasetnya sebanyak 1500 kami produksi dan dijual di seluruh GBKP dimanapun.
Dalam kaset ini pula ada beberapa lagu lagi yang Muham ciptakan dan saya
ciptakan yang terus dinyanyikan sampai saat ini.
Minggu lalu saya teringat kembali peristiwa tahun 1998 itu
dan berfikir jangan jangan meletusnya Gunung Sinabung sesuai dengan perkataan
Pendeta Miasi Sembiring. Sebuah ramalan
tidak langsung, karena mana mungkin pula lah seorang pendeta yang hamba Tuhan
mau meramal. Dosa… Saya ingat ingat, benar juga.
Dan benar sekali Pendeta
Miasi bahwa pertendin (jiwa) Kalak
Karo jauh lebih paguh (kokoh) daripada Gunung Sinabung. Pertendin yang kalau dipadukan
dengan iman kepada Tuhan akan menjadi pertendin yang sangat kokoh, tahan uji,
tahan banting dan mampu mengalahkan segala penderitaan, karena mempunyai
optimisme yang sangat kuat. Pertendin
Kalak Karo yang sudah iurapi Firman Tuhan akan mampu melihat, Cahaya di Ujung
Lorong. Sanggup menderita karena bencana
sehebat apapun yang pada waktunya akan
dimenangkan dengan kemenangan yang sangat gemilang. Hidup Kalak Karo.
Komentar